Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa subsidi listrik dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) tahun 2025 telah disepakati sebesar Rp90,22 triliun.
Bahlil menjelaskan bahwa jumlah tersebut sudah mencakup sisa kurang bayar dari tahun 2023 yang mencapai Rp2,02 triliun.
"Jumlah yang disepakati adalah Rp90,22 triliun, meningkat dari target tahun 2024 yang sebesar Rp73,24 triliun," ungkap Bahlil di Jakarta pada hari Selasa.
Peningkatan anggaran subsidi listrik ini dipicu oleh proyeksi kenaikan jumlah penerima subsidi, yang diperkirakan akan bertambah dari 40,89 juta pelanggan di tahun 2024 menjadi 42,08 juta pelanggan di tahun 2025.
"Jadi, terdapat peningkatan sekitar lebih dari 1 juta pelanggan. Hal ini berkontribusi terhadap kenaikan anggaran," jelas Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan bahwa volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yang mencakup minyak tanah dan solar, telah disepakati untuk turun menjadi 19,41 juta kiloliter dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
"Volume BBM bersubsidi, yaitu minyak tanah dan solar, telah disepakati sebesar 19,41 juta kiloliter, mengalami penurunan dibandingkan target 2024 yang mencapai 19,58 juta kiloliter," ujarnya.
Bahlil menjelaskan bahwa penurunan ini didorong oleh rencana efisiensi dalam penyaluran BBM bersubsidi pada tahun 2025 agar lebih tepat sasaran.
Mengenai subsidi solar, Bahlil menyatakan bahwa telah disepakati sebesar Rp1.000 per liter, yang sama dengan tahun sebelumnya, sehingga tidak ada perubahan. Sementara itu, volume LPG bersubsidi untuk tahun anggaran 2025 disepakati sebesar 8,17 juta metrik ton, meningkat dari target 2024 yang sebesar 8,07 juta metrik ton.
Diketahui bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengajukan subsidi listrik antara Rp83,02 triliun hingga Rp88,36 triliun untuk RAPBN 2025, yang lebih tinggi hingga Rp15,12 triliun dibandingkan APBN 2024 yang sebesar Rp73,24 triliun.
Untuk kebutuhan subsidi listrik pada tahun anggaran 2025, pemerintah menganggarkan sebesar Rp83,02 hingga Rp88,36 triliun, demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR di Senayan, Jakarta, pada hari Senin (3/6).
Jisman menjelaskan bahwa estimasi tersebut didasarkan pada asumsi nilai tukar rupiah yang berkisar antara Rp15.300 hingga Rp16.000 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang diperkirakan antara 75 hingga 85 dolar AS per barel, serta tingkat inflasi yang diprediksi berada di angka 1,5 hingga 3,5 persen.
"Angka ini sejalan dengan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2025 yang kami terima pada tanggal 6 Mei 2024," ungkap Jisman.
Ia juga menjelaskan bahwa target penerima subsidi listrik mencapai 41,08 juta pelanggan, dengan mayoritas berasal dari rumah tangga yang menggunakan daya 450 VA, yang diperkirakan mencapai 45,46 hingga 45,99 persen, dengan anggaran subsidi sekitar Rp38,18 triliun hingga Rp40,16 triliun.
Selanjutnya, terdapat juga penerima subsidi dari rumah tangga dengan daya 900 VA yang akan mendapatkan anggaran subsidi sebesar Rp15,75 hingga Rp16,68 triliun; bisnis kecil sebesar Rp9,39 hingga Rp10,18 triliun; industri kecil Rp5,93 hingga Rp6,51 triliun; pemerintah Rp0,36 hingga Rp0,39 triliun; sosial Rp12,16 hingga Rp13,08 triliun; dan kategori lainnya sebesar Rp1,24 hingga Rp1,34 triliun.
Jisman menekankan bahwa kebijakan subsidi listrik harus diberikan kepada kelompok yang berhak, khususnya untuk subsidi listrik rumah tangga yang seharusnya ditujukan kepada rumah tangga yang miskin dan rentan.
404