Dok/Kemenperin

Kementerian Perindustrian Menyusun Rencana Untuk Mengatasi Tantangan Dalam Rantai Pasok Sektor Otomotif

Senin, 02 Des 2024

Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, industri otomotif di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Baik sektor kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat, keduanya berhasil bertahan dengan rantai pasok yang tetap berfungsi dengan baik.

Selama periode Januari hingga Oktober 2024, industri kendaraan bermotor roda dua mencatatkan kinerja produksi mencapai 5,8 juta unit dengan penjualan sebanyak 5,4 juta unit, serta ekspor CPU sebesar 458 unit. Sementara itu, industri kendaraan bermotor roda empat juga menunjukkan kinerja positif dengan produksi meningkat menjadi 996 ribu unit, penjualan mencapai 710 ribu unit, ekspor CBU sebesar 390 ribu unit, dan impor CBU sebesar 80 ribu unit. “Angka-angka ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 6,7 persen dibandingkan total keseluruhan tahun 2023,” ungkap Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza dalam diskusi panel Bloomberg Technoz Ecofest 2024 di Jakarta, Kamis (28/11).

Untuk mendukung komitmen global dalam mencapai net zero emission (NZE), Indonesia menargetkan pengurangan emisi sesuai dengan kesepakatan global sebesar 43,2 persen. Oleh karena itu, pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif, termasuk penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), bea masuk 0 persen, dan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik.

“Regulasi ini dirancang untuk mendorong investasi dan mempercepat transisi menuju energi bersih. Sejalan dengan komitmen tersebut, Kemenperin mengusung pendekatan multiple pathway yang merupakan strategi kami untuk mencapai target ini,” kata Faisol.

Kemenperin juga telah menerbitkan Permenperin Nomor 36 tahun 2021 mengenai Kendaraan Bermotor Roda 4 Emisi Karbon Rendah, yang memberikan insentif pengurangan pajak barang mewah untuk setiap teknologi kendaraan yang memiliki emisi karbon rendah. Pendekatan ini mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari setiap teknologi yang tersedia.

Dalam kerangka regulasi, terdapat ketentuan mengenai penggunaan komponen lokal yang diproduksi di Indonesia atau nilai minimum Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Jika ketentuan mengenai pembelian lokal dan TKDN dipenuhi, industri Kendaraan Bermotor (KBM) berhak mendapatkan insentif, baik dalam bentuk fiskal maupun nonfiskal.

"Kita telah melihat banyak produk lokal yang sebenarnya sudah diproduksi di Indonesia. Meskipun beberapa komponennya masih berasal dari luar negeri, proporsi komponen lokalnya sudah cukup signifikan. Bahkan, ada yang mendekati 40 persen. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong pabrikan untuk meningkatkan penggunaan komponen lokal," ungkap Wakil Menteri Perindustrian.

Untuk menarik investasi dan mempercepat pembentukan ekosistem kendaraan listrik, pemerintah Indonesia telah mengubah target nilai TKDN dari minimum 40 persen hingga tahun 2023, menjadi minimum 40 persen hingga tahun 2026, minimum 60 persen hingga tahun 2029, dan minimum 80 persen pada tahun 2030 dan seterusnya.

Menurut Faisol, perubahan ini diharapkan dapat memajukan industri otomotif dalam negeri yang memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian nasional. "Kami ingin semua produsen otomotif dapat mendirikan pabrik di Indonesia, karena hal ini berdampak besar secara sosial dan ekonomi, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja," jelasnya.

Wakil Menteri Perindustrian menekankan bahwa jika pabrik-pabrik otomotif besar di Indonesia yang memiliki rantai pasok yang didukung oleh industri kecil dan menengah tidak mendapatkan perlindungan, maka akan muncul masalah industri yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tenaga kerja yang terlibat serta kompleksitas industri yang ada.

Selain itu, dengan melihat penetrasi pasar mobil dan motor listrik dalam dua tahun terakhir, Wakil Menteri Perindustrian berpendapat bahwa pasar otomotif akan didominasi oleh kendaraan listrik dalam waktu sekitar lima tahun ke depan. "Oleh karena itu, kita perlu mulai merencanakan langkah-langkah transisi dari industri berbasis fosil menuju industri elektrik atau kombinasi keduanya. Ini adalah hal yang perlu dipikirkan secara serius oleh pemerintah."

Ketua Satgas Transisi Energi Nasional, Rachmat Kaimuddin, mengungkapkan bahwa beberapa negara tetangga telah mempersiapkan peralihan menuju kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV), termasuk Thailand. Dengan demikian, dominasi pasar otomotif oleh kendaraan listrik bukanlah sesuatu yang tidak mungkin lagi.

“Sebagai informasi, puncak penjualan kendaraan konvensional terjadi pada tahun 2017. Sejak tahun tersebut hingga saat ini, penjualan kendaraan konvensional di seluruh dunia mengalami penurunan. Ini menunjukkan bahwa langkah transisi harus kita lakukan,” jelas Rachmat.

Melihat kondisi pasar otomotif EV saat ini, Rachmat menambahkan bahwa merek-merek EV yang hadir di Indonesia menawarkan berbagai produk berkualitas tinggi. Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Perindustrian, untuk memastikan bahwa masyarakat yang ingin membeli kendaraan listrik mendapatkan produk yang berkualitas.

“Penting untuk memastikan bahwa produk yang diterima oleh konsumen adalah yang terbaik,” tutupnya.


Tag:



Berikan komentar

Komentar